Selasa, 03 Agustus 2010

PENYELESAIAN KASUS SENGKETA TANAH DI MERUYA
Posted: February 16, 2008 by filzahazny in politik
3
9 Votes
Quantcast

Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT.

Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.

Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.

Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.

Adanya kasus penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.

Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;

1. azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.
2. azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.
3. azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.

Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan tanah semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga pemerintahan

Read More..

Senin, 02 Agustus 2010

posting 44

Data 40 Kasus Korupsi Kakap Yang Belum Dituntaskan Hendarman

Jakarta – 40 Kasus korupsi besar belum dituntaskan Kejagung. Jaksa Agung Hendarman Supandji diminta menuntaskannya sebelum masa jabatannya usai.

Berikut data 40 kasus yang belum dituntaskan Hendarman menurut rilis Indonesian Corruption Watch (ICW) yang diterima detikcom, Kamis (16/7/2009):

1. Pengerukan pelabuhan khusus Pertamina di Plaju yang tidak benar/fiktif senilai Rp 3,9 miliar. Disidik 1998.

2. Mark up biaya pembangunan gedung menara PT Jamsostek di luar kewajaran senilai Rp 62,141 miliar. Disidik 1998.

3. Pembelian CP yang diterbitkan oleh suatu badan usaha namun pada saat jatuh tempo tidak dapat dicairkan senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

4. Penyelewengan uang koperasi pada Primkompti Jakarta Barat senilai Rp 4,7 miliar. Disidik 1998.

5. PT Bank Ficoinvest senilai Rp 7 miliar. Disidik 1998.

6. Pembangunan Perum Perumnas senilai Rp 859 miliar. Disidik 1999.

7. Pembelian surat berharga Promisorry Notes PT Medco Group senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

8. Pembangunan kantor-kantor cabang PT Taspen senilai 679 miliar. Disidik 1999.

9. Penagihan piutang Bank Bali kepada BDNI, BUN dan Bank Tiara dengan menggunakan jasa PT Era Giat Prima (EGP) senilai Rp 904 miliar. Disidik 2000.

10. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Bank Amsterdam untuk kepentingan pribadi. Disidik 2000.

11. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Hongkong untuk kepentingan pribadi, Disidik 2000.

12. Pengadaan Listrik PLTU Swasta Paiton I di Probolinggo dengan cara pembuatan kontrak tentang penetapan harga jual listrik dari PT PEC kepada PLN. Disidik 2001.

13. Penyimpangan penyaluran dana BLBI pada PT Bank Pinaseaan senilai Rp 411 miliar. Disidik 2001.

14. Penyimpangan pada additive minyak Pertamina senilai Rp 19 miliar. Disidik 2001.

15. Manipulasi pengadaan barang P2M-DIP suplemen bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999 pada Ditjen P2M PLP Depkes. Disidik 2001.

16. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Bank Aken Rp 17,26 miliar. Disidik 2001

17. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Kosagraha Semesta Rp 22 miliar. Disidik 2002.

18. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada Bank UPPINDO Rp 29,9 miliar. Disidik 2002.

19. Penyimpangan Ditjen P2M Departemen Kesehatan untuk proyek bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999. Disidik 2002

20. Penyelewengan/mark up dalam proyek EXOR-I Balongan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Disidik 2002.

21. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Pelita. Disidik 2003.

22. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Deka. Disidik 2003.

23. Penyimpangan pengadaan barang berupa X ray dan walkhrought untuk keperluan pelayanan haji pada PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta 3,827 miliar. Disidik 2003.

24. Penjualan/pengalihan saham PT Perta Oil Marketing kepada PT Humpuss dan PT Nusamba US$ 21,8 juta. Disidik 2003.

25. Re-ekspor barang modal berupa 4 (empat) unit Hitachi Hydraulic Model EX – 800 H. Disidik 2003.

26. Penyimpangan PT Dhafco Manunggal Sejati dari PT Bank Bukopin. Disidik 2004.

27. Penyimpangan pada Universitas Trisakti Jakarta. Disidik 2004.

28. Penyimpangan dana kredit usaha tani periode 1998-1999 pada PT. Bank Danamon Indonesia. Disidik 2004.

29. Penyimpangan di PT Bank PDFCI. Disidik 2004.

30. Penyimpangan di Lemigas. Disidik 2005.

31. Penyimpangan dalam pemberitaan fasilitas kredit PT Bank Mandiri pada PT Lativi Media Karya. Disidik 2005.

32. Penyimpangan di Perusahaan Listrik Negara (PLN) pusat. Disidik 2004.

33. Penyimpangan dana BLBI pada Bank Central Dagang. Disidik 2001.

34. Pengambilalihan asset kredit PT Kiani Kertas oleh PT Bak Mandiri bekerjasama dengan PT Anugrah Cipta Investa (PT ACI) dan PT Nusantara Energy (PT NEC). Disidik 2005.

35. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Otorita Asahan pada Otorita Asahandi Jakarta dan Medan sejak Agustus 1988-1998. Disidik 2005.

36. Impor beras sebanyak 60 ribu MT dari Vietnam oleh PT Hexatama Finindo qq INKUD. Disidik 2005.

37. Pemberian fasilitas kredit dari PT Bank Mandiri kepada PT Batavindo Kridanusa. Disidik 2005.

38. Depnakertrans dalam rangka penempatan Tenaga Kerja Indonesi ke luar negeri. Disidik 2005.

39. Pertanggungjawaban fiktif penggunaan dana ABT dan Anggaran Rutin TA 2003 sebesar Rp 8,5 miliar di Kantor LAPAN Pekayon. Disidik 2005.

40. Pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan KTT Asia Afrika di Jakarta dan Bandung di Sekretariat Negara. Disidik 2005.

Read More..

posting 43

PENYELESAIAN KASUS SENGKETA TANAH DI MERUYA

Posted: February 16, 2008 by filzahazny in politik
9 Votes
Quantcast

Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.

Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.

Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.

Adanya kasus penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.

Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;

  1. azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.
  2. azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.
  3. azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.

Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan tanah semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga pemerintahan. Read More..

posting 42

Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Tertinggi di Dunia

E-mail Print PDF
User Rating: / 2
PoorBest
Article Index
Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Tertinggi di Dunia
Perdagangan Anak Belum Sepenuhnya Terakomodasikan
All Pages

Efektivitas UU PTPPO Masih Harus diuji Indonesia menorehkan sejarah baru dalam perlindungan HAM. Rapat Paripurna DPR belum lama ini mensahkan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) menjadi UU. Namun, sejauhmana UU tersebut mampu meredam kasus perdagangan manusia di Indonesia, masih harus diuji.

Kasus perdagangan orang sering agak samar karena sering  bertopengkan usaha legal.Perdagangan orang, manusia jadi komoditi! Itu saja sudah mengerikan. Namun lebih mengerikan lagi karena ternyata Indonesia termasuk negara dengan kasus perdagangan orang tertinggi di dunia.

Kasus perdagangan orang sering agak samar karena sering bertopengkan usaha legal, berupa Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja. Akibatnya, agak sulit mendapatkan data statistik perdagangan manusia Indonesia yang benar-benar valid.

Tapi, praktek bisnis kotor dan tidak manusiawi ini tak bisa disangkal lagi. Seperti disajikan Indo Pos, Kamis (22/3), Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Kuala Lumpur pernah melansir jumlah pengaduan dari warga negara Indonesia (WNI) yang mengalami kasus perdagangan orang. Parahnya, dari tahun ke tahun jumlah kasusnya terus bertambah.

Selama Maret 2005 hingga Juli 2006, data International Organisation for Migration (IOM) menunjukkan, sebanyak 1.231 WNI telah menjadi korban bisnis perdagangan orang.

Meskipun tidak selalu identik dengan perdagangan orang, sejumlah sektor seperti buruh migran, pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerja seks komersial ditengarai sebagai profesi yang paling rentan dengan human trafficking. “Fenomena perdagangan perempuan sedang menyebar luas dengan kemungkinan jumlah korban lebih besar,” ujar Ketua Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), Latifah Iskandar.

Dengan tidak berkurangnya kasus perdagangan orang berarti di Indonesia belum tampak adanya langkah konkrit untuk menekan praktek haram tersebut. Padahal, data tersebut mungkin sekali hanya merupakan fenomena gunung es.

Sebenarnya, Indonesia sudah memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur larangan perdagangan orang. Dalam pasal 297 KUHP misalnya, telah diatur larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa. Selain itu, pasal 83 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), juga menyebutkan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk sendiri atau dijual.

Namun peraturan-peraturan tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang secara tegas. Bahkan pasal 297 KUHP memberikan sanksi terlalu ringan dan tidak sepadan (hanya 6 tahun penjara, Red) bila melihat dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang.

Karena itu, sudah semestinya ada sebuah peraturan khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum formil dan materiil sekaligus. UU itu harus mampu mengurai rumitnya jaringan perdagangan orang yang berlindung di balik kebijakan resmi negara.

Misalnya penempatan tenaga kerja di dalam dan LN. Demikian juga pengiriman duta kebudayaan, perkawinan antarnegara, hingga pengangkatan anak.

DPR pun menyadari masalah ini. Melalui Sidang paripurna DPR 28 Juli 2006, institusi legislatif sepakat mengajukan RUU PTPPO. Gayung bersambut. Presiden RI segera menunjuk Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Negara Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU-PTPPO.

DPR dan Pemerintah segera menyepakati materi muatan RUU PTPPO yang terdiri atas 9 bab dan 67 pasal. “Dengan disepakatinya RUU PTPPO ini, bangsa Indonesia telah memiliki produk hukum yang sangat penting dan komprehensif. Produk ini sebagai payung hukum bagi setiap upaya pencegahan, pemberantasan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang,” kata Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta.

Isteri Sri-Edi Swasono ini menambahkan bahwa ini sekaligus membuktikan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB 2000 (Protokol Palermo) tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang yang bersifat transnasional dan terorganisasi.

Sejumlah sanksi berat menambah “garang” UU PTPPO. Dibanding KUHP, ancaman-ancaman pidana yang dipersiapkan UU PTPPO jauh lebih “bertaji”. Sanksi pidana diatur 3-25 tahun penjara dengan denda ratusan juta rupiah. Bahkan bila tindak pidana orang ini sampai menyebabkan kematian korban, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara seumur hidup dan denda maksimal Rp 5 miliar (pasal 7).

Jika kejahatan ini melibatkan unsur penyelenggara negara, sanksinya akan lebih berat lagi. Selain sanksinya ditambah sepertiga, oknum yang bersangkutan juga dikenai sanksi pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya (pasal 8).

Sementara perusahaan/korporasi yang terlibat akan dikenai sanksi hingga tiga kali lipat. Bahkan ada “bonus” sanksi tambahan berupa pencabutan bisnis usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pemecatan pengurus dan pelarangan pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam usaha yang sama (pasal 15). “Sanksi yang berlapis dan berat ini, diharapkan bisa menimbulkan efek jera,“ ujar Meutia.

UU PTPPO juga itu juga memberikan pengaturan khusus terhadap masalah tindak pidana perdagangan anak. Ini dituangkan dalam bentuk pemberian hukum yang lebih berat dengan menambah bobot sanksi sepertiga (pasal 17).

Selain itu ada sejumlah perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban maupun sanksi
“Ini untuk menjamin pelaksanaan peradilan pidana perdagangan orang tidak sampai mengganggu psikologis anak. Misalnya retraumatisasi dan stigmatisasi,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan menambahkan. SBR (Berita Indonesia 36)

Read More..

posting 41

Tawuran Pelajar, 37 Siswa Ditangkap
Sabtu, 08 Mei 2010 16:31:53
Kirim-kirim Print version

Klik untuk melihat foto lainnya...

Akibat aksi tawuran itu juga, beberapa kaca ruangan di SMAN 1 Curup Utara, pecah berantakan. Bahkan rumah adik Sekda RL, Drs. Tarmizi Usuludin, MM, yang terletak di Kelurahan Talang Ulu, ikut dirusak oleh pelajar saat melakukan serangan balik. Selain mengamankan siswa, petugas juga menemukan senjata tajam, gir dan rantai motor, kayu dan bambu serta batu yang digunakan dalam aksi tersebut. Uniknya ada juga, pelajar yang membawa berbagai macam jimat kebal.

Kapolres RL, AKBP. Umar Sahid melalui Kasat Reskrim, AKP. Jhony Tri Satria, S.Ik ketika dikonfirmasi membenarkan adanya tawuran tersebut. Dikatakan Kasat Reskrim, uuntuk sementara pihaknya telah mengamankan berbagai senjata dan juga 28 unit sepeda motor diamankan. “Masih kita periksa dulu, untuk yang membawa senjata tajam, kita lihat dulu nanti. Apakah hanya pembinaan saja, ataukah harus ditahan,” ujar Kasat Reskrim. Adapun 37 siswa yang diamankan rinciannya, 9 siswa dari SMAN 1 Curup Utara dan 28 lainnya dari SMKN 2 Curup Timur.

Kronologis kejadian yang berhasil dihimpun RB menyebutkan, tawuran ini terjadi saat puluhan anak anak SMKN2 Curup Timur mendatangi SMAN 1 Curup Utara. Setelah masuk sekolah melalui kebun, puluhan siswa ini lantas mulai memecahkan kaca jendela ruangan kelas dan lab komputer. Tidak itu saja, beberapa siswa ini juga melempari seng sekolah. Beberapa guru yang sedang mengajar saat itu, kontan kaget dan beberapa pelajar perempuan tampak histeris ketakutan.

Aksi tawuran akhirnya tak terhindari, saat beberapa pelajar pria SMAN 1 Curup Utara, yang tak terima sekolahnya dihancurkan begitu saja, lantas melakukan pengejaran. Baku hantam pun tak terelakkan di lapangan sekolah. Karena kalah jumlah, pelajar SMKN ini lantas melarikan diri. Namun terus dikejar hingga masuk ke kebun-kebun. Kurang puas sampai disitu saja, beberapa pelajar SMAN 1 Curup Utara, lantas balik melakukan pengejaran terhadap lawannya hingga ke menuju ke kawasan SMKN 2 curup Timur.

Melihat serangan balik yang begitu cepat ini, membuat beberapa pelajar SMKN 2 Curup Timur lari terbirit-birit, bahkan ada yang masuk ke dalam kos-kosan siswi SMKN 1 Curup Timur, untuk menyelamatkan diri. Kontan saja, kejadian ini membuat, Okta dan Reni siswi menjadi ketakutan dan trauma. “Aku idak tahu, kami lagi di dalam kos, tibo-tibo ado pelajar masuk ke kos, terus kos kami dilempar-lempar,” ujar Okta sembari menangis. Bahkan dua orang siswi lainnya yakni, Yuni (17) dan Kisahan (17) terpaksa dilarikan ke RSUD Curup, karena mengalami luka lecet akibat ikut terkena pukulan.

Tidak hanya kos-kosan, bahkan rumah Bambang Irawan yang biasa dipanggil Wen, adik Sekda RL, Drs. H. Tarmizi Usuludin, MM, ikut menjadi sasaran amukan pelajar ini. Kepada RB, Tarmizi mengatakan, saat kejadian rumah adiknya dalam keadaan kosong karena sedang ke kebun. Namun beberapa yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran musuhnya, nekat mendobrak rumah Wen selanjutnya bersembunyi di rumah itu.

Tak ayal, mengetahui musuhnya bersembunyi dalam rumah, membuat pelajar lainnya tambah beringas dan seketika langsung menghancurkan kaca dan seng rumah. “Padahal adik saya saat itu sedang berada di kebun. Pintunya terkunci. Tapi malah didobrak oleh pelajarn karena mau bersembunyi. Saya tidak mau tahu, kasus ini sudah diserahkan ke Polres RL sepenuhnya,” jelas Sekda.

Lalu apa pemicu terjadinya tawuran ini? terdapat dua versi pemicu tawuran ini. Menurut Tori siswa SMKN 2 Curup Timur, kasus ini bermula saat adik kelasnya dimintai rokok oleh pelajar SMAN 1 Curup Timur. Karena tak diberi, lantas pelajar SMAN 1 marah dan memukul siswa SMKN. Tak terima, pelajar yang dipukul ini lantas melaporkan pemukulan ini pada rekan dan kakak kelasnya yang lain hingga terjadilah tawuran ini.

Sedangkan versi pelajar SMAN 1 Curup Utara, Widi, Santoso, Deni dan Iip, kasus ini berawal usai upacara Hardiknas belum lama ini. Ketika itu, belasan siswa SMAN 2 Curup Timur sedang duduk di taman makam pahlawan Desa Pahlawan. Para pelajar ini, menurut Deni sedang mencari Andrian pelajar SMAN 1 Curup Utara. Namun karena hanya bertemu dengan pelajar yang lainnya, bernama Zona, pelajar SMKN ini lantas kesal dan memukul Zona. Inilah yang menjadi pemicu tawuran.

Sementara itu, beberapa pelajar usai dilakukan pembinaan kemarin,diperbolehkan pulang setelah menandatangani surat pernyataan. Kecuali siswa yang kedapatan membawa senjata tajam dan benda berbahaya lainnya, masih menjalani pemeriksaan. Sampai pukul 14.00 WIB kemarin, beberapa petugas terus memburu pelaku tawuran lainnya, dengan menyisiri sejumlah jalan dan menyambangi kediaman para pelaku lainnya.

Proses Hukum Berlanjut

Sementara itu, Kapolres RL, AKBP. Umar Sahid didampingi Kasat Reskrim, AKP. Jhony Tri Satria,S.Ik ketika dikonfirmasi saat menjenguk korban di RSUD, menegaskan bahwa kasus tawuran ini akan diproses secara hukum. Hal ini sesuai dengan permintaan korban, yang enggan berdamai. Pasalnya pihak korban tak terima anaknya menjadi sasaran amuk pelajar ini. “Saat ini kita masih menyelidiki siapa-siapa yang ikut serta dalam penganiayaan dan pengrusakan ini,”tegas Kapolres.

Dilanjutkan Kapolres, sebelum terjadi tawuran ini, sudah dilakukan perdamaian antara keduabelah pihak, usai upacara Hardiknas beberapa waktu lalu. Namun perdamaian itu dilakukan tanpa melibatkan pihak kepolisian. Sehingga meski telah berdamai, aksi anarkis kembali terjadi. Kapolres pun menduga ada pihak ketiga yang berada di bali aksi ini.

Suasana Mencekam

Sementara itu juga, usai terjadinya aksi tawuran ini, kondisi di dua sekolah ini terasa mencekam. Bahkan beredar kabar di yang didapat dari pihak kepolisian, dua sekolah yang berseteru ini, mulai mengajak orang luar untuk turut serta membalasa dendam, atas peristiwa yang baru saja terjadi.

Bahkan puluhan pelajar entah dari mana datangnya, bergerumul di kawasan Simpang Lebong Curup. Kasat Reskrim, AKP. Jhony Tri Satria, S.Ik ketika dikonfirmasi, tidak membantah hal ini. “Info yang kita terima, rombongan dua sekolah ini, mulai mengajak orang luar untuk turut serta. Untuk itulah, rombongan yang nongkrong ini sudah kita bubarkan.”demikian Kasat Reskrim.

Bahkan, Akibat kejadian itu juga, kondisi kedua sekolah hancur berantakan. Wakil Bupati RL, Iqbal Bastari, S.Pd, MM mengatakan, pihaknya akan segera menyelenggarakan mediasi antara kedua sekolah. “Secepatnya kita akan memepertmukan kedua belah pihak, agar kejadian ini tidak terulang lagi. Sebagai guru, saya jelas tidak menginginkan hal ini terjadi,” demikianWabup. (fiz)
Read More..

posting 40

Kasus-kasus Korupsi di Indonesia

TEMPO – Senin, 25 Oktober 2004 | 15:13 WIB

noblepest.com  photo, big rat imagePresiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad dalam program kerja seratus harinya akan mengutamakan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menurut Presiden, KKN, akan menjadi salah satu masalah berat yang harus diselesaikan oleh Pemerintah yang baru.

Jika dirunut, masih banyak masalah KKN di negara ini yang dalam proses hukumnya berhenti di tengah jalan. Berikut adalah kasus-kasus KKN besar yang menunggu untuk diselesaikan.

SOEHARTO

Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Ketika diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali dibawa ke pengadilan jika ia sudah sembuh?walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan banyak kalangan.


[ad#in_post]
PERTAMINA

Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.

Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut.

Kasus Proyek Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, Bos Bimantara Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.

Korupsi di BAPINDO

Tahun 1993, pembobolan yang terjadi di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara dirugikan sebesar 1.3 Triliun.

HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young

Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.

Bob Hasan telah divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo Pratama itu juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara dan denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan, Jawa Tengah.

Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak jelas kelanjutannya.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.

Bekas Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).

Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus

Abdullah Puteh

Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar.

Kasusnya kini masih ditangani pihak kejaksaan dengan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Read More..

posting 39

Pertamina: Kasus Ledakan Tabung Gas Akibat Kemiskinan

Pertamina: Kasus Ledakan Tabung Gas Akibat Kemiskinan
Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina menilai kasus ledakan tabung gas yang akhir-akhir ini marak terjadi diakibatkan oleh faktor kemiskinan.

"Kasus ledakan tabung gas khususnya di Jakarta terjadi setelah dua tahun masa konversi," kata Deputi Direktur Pemasaran PT Pertamina, Hanung Budya, di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, dalam waktu dua tahun setelah konversi, kompor, tabung gas, dan regulator sudah mulai aus atau rusak sehingga kemungkinan untuk meledak semakin besar.

Kemiskinan menjadi akar masalah tersebut, karena masyarakat tidak mampu untuk mengganti peralatan masak mereka yang telah dikonversi setelah mengalami kerusakan.

"Akar masalah persoalan ini adalah kemiskinan," katanya.

Ia juga berpendapat, hal kedua yang menjadi akar masalah adalah lingkungan dapur masyarakat tertentu yang tidak memenuhi syarat seperti tidak adanya ventilasi.

"Sehingga kalau ada kebocoran maka gas tidak bisa keluar," katanya.

Menurut dia, banyak masyarakat yang kurang mampu mengganti peralatan masak mereka yang telah dikonversi sehingga kerap ditemukan di lapangan banyak yang terpaksa membeli selang bodong yang harganya murah.

Bahkan ada pula yang memanfaatkan selang air yang diikat kawat, katanya.

"Ada regulator yang diganjal dengan menggunakan sesuatu karena telah rusak tapi tidak diganti," katanya.

"Solusinya kita harus mulai mengarah bagaimana agar kita bisa membantu masyarakat mendapatkan peralatan itu, apa dengan cara kredit atau yang lain," katanya.

Idealnya penggunaan peralatan masak tersebut adalah satu hingga dua tahun atau bahkan lebih lama bila cara pemakaian dan syarat penggunaan tercukupi.
(H016/A024) Read More..